Jumat, 07 Oktober 2011

Kalung dari Ayah

            Namaku Siti Amaliyah itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku, dua puluh satu silam aku di lahirkan, aku anak bungsu dari tiga bersaudara kedua kakakku laki-laki. Jarak aku dan kakakku yang kedua cukup jauh sekitar sebelas tahun. aku dirumah seperti anak tunggal kedua kakakku kuliah di Jawa. Ibuku seorang ibu rumah tangga tapi beliau sangat keras dalam mendidik anak-anaknya begitu juga ayahku. Ayahku bekerja disebuah bank milik pemerintah. Aku sangat bangga sama ayahku beliau bekerja keras sampai bisa menguliahkan kedua kakakku yang pada saat itu hanya berjarak dua tahun usianya.
Aku masih sangat ingat kedua orang tuaku membangun keluaga kecil mereka mulai dari nol tanpa ada harta warisan dari orang tua beliau.
            Tahun 2003, tepatnya 13 juli aku tidak akan melupakan peristiwa itu dimana ayahku meninggalkan aku untuk selama-lamanya. Ketika itu aku berumur 13 tahun, hanya aku yang tidak bisa menangis mendengar kabar tersebut, aku baru menangis ketika beliau akan dimasukkan ke liang lahat tempat beliau istirahat selamanya. Beliau belum sempat melihat kakakku yang kedua di wisuda. Aku masih ingat sehari sebelum beliau meninggal, ayah membeli baju untuk wisuda kakak. Tapi sayang, baju itu tidak pernah dipakai dan akhirnya dipakai sama kakak saya yang pertama.
            Satu-satunya benda yang paling aku jaga dan jangan sampai hilang adalah kalung dari ayah.
Kalung itu sudah aku pakai selama sepuluh tahun. namun kemarin 29 september kejadian yang tidak pernah saya lupakan aku kehilangan kalung itu untuk selamanya. Aku dijambret di kaereta listrik.
Sampai hari ini kejadian itu membuat aku susah tidur dan kadang aku trauma melihat orang-orang dijalanan. Yang membuatku sangat sedih kalung itu satu-satunya kenangan dari ayahku. Aku menangis jika mengingat kejadian itu. Terkadang aku ikhlas kehilangannya, namun terkadang aku mencaci dan mendoakan yang jelek-jelek sama orang yang mengambilnya. “Aku ikhlas, aku tau Engkau pasti menggantinya dengan yang lebih dari itu”. Hanya kata-kata seperti itu yang membuat aku tenang.
Ayah maafkan aku, hanya sepuluh tahun aku bisa menjaganya. Aku ingin bertemu denganmu walaupun hanya dalam mimpi.
            Kejadian di kereta listrik itu akan aku jadikan pelajaran yang paling berharaga. Mungkin kalung itu bukan sepenuhnya hak aku. Ayah, aku berjanji aku ngga mau mengecewakanmu.



Siti Amaliyah, 26209630
3EB19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar